TUGAS PROPOSAL (GEDE WIRA NUSA SEPUTRA)



PROPOSAL PENELITIAN
OPTIMALISASI PENERAPAN  METODE DISKUSI MODEL NUMBERED HEADS TOGETHER UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN  DAN HASIL BELAJAR SISWA DALAM
PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA HINDU
KELAS VII B SMP NEGERI 1 NUSA PENIDA TAHUN PELAJARAN 2013/2014











OLEH :
I Gede Wira Nusa seputra
NIM. 10.1.1.1.1.3858



JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA
FAKULTAS DHARMA ACARYA
INSTITUT HINDU DHARMA NEGERI
DENPASAR
2014
A.    JUDUL: OPTIMALISASI PENERAPAN  METODE DISKUSI MODEL NUMBERED HEADS TOGETHER UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN  DAN HASIL  BELAJAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA HINDU KELAS VII B SMP NEGERI 1 NUSA PENIDA TAHUN PELAJARAN 2013/2014

B.     Latar Belakang Masalah

Peningkatan mutu pendidikan merupakan satu keharusan dewasa ini. Bertolak dari kondisi ini pemerintah memberikan perhatian serius pada bidang pendidikan, terbukti dengan berbagai terobosan yang telah dilakukan diantaranya dengan dicanangkannya program wajib belajar 9 tahun, baik secara formal maupun non formal. Selain itu diadakan seminar, penataran dan berbagai pelatihan untuk meningkatkan mutu guru dan langkah yang tidak kalah pentingnya adalah mengadakan pembaharuan terhadap Kurikulum Pendidikan Nasional.
Langkah-langkah yang dilakukan Pemerintah tersebut di atas pada hakekatnya bertujuan meningkatkan mutu Sumber Daya Manusia baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Untuk itu diperlukan dasar yang kokoh yaitu perbaikan pada akhlak dan moral manusia Indonesia yaitu dengan memberikan pendidikan Agama pada setiap jenjang pendidikan, mulai dari tingkat Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi, yang dibuktikan dengan ditetapkannya Standar Kompetensi Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu Kurikulum 2004 oleh Departemen Pendidikan Nasional pada tahun 2004, salah satu isinya memuat tentang tujuan Pendidikan Agama Hindu adalah untuk menumbuh kembangkan dan meningkatkan Sraddha (iman) dan Bhakti (ketaqwaan) siswa kehadapan Brahman melalui penelitian penghayatan dan pengamalan ajaran Agama Hindu, sehingga menjadi insan Hindu yang Darmika dan mampu mewujudkan cita-cita luhur Mokshartam Jagatdhita (Depdiknas, 2004 : 9).
Tantangan yang sangat besar untuk bisa mewujudkan tujuan tersebut, sebab kenyataan di lapangan berdasarkan wawancara dengan siswa banyak fenomena yang menghambat pencapaian tujuan pendidikan diantaranya : (1)Kurangnya minat dan motivasi siswa terhadap mata pelajaran Pendidikan Agama Hindu karena dipandang kurang penting dan hanya pelengkap saja,(2) Terdapat permasalahan pada penerapan metode pembelajaran, dimana metode yang diterapkan kurang variatif, guru hanya menerapkan metode ceramah dan pemberian tugas saja yang pada ujungnya tidak mampu meningkatkan aktivitas siswa,(3)Strategi penempatan belajar yang kurang mendukung dimana mata pelajaran Pendidikan Agama Hindu ditempatkan pada jam-jam akhir pelajaran, yang mana pada waktu ini kondisi siswa dari segi konsentrasi dan minat belajar sudah mulai kendor,(4)Kurangnya variasi metode pembelajaran menyebabkan guru mendominasi kegiatan belajar dan siswa bersifat pasif hanya mendengar materi yang disampaikan oleh guru selama proses pembelajaran berlangsung sehingga membosankan bagi siswa. Kondisi semacam ini sangat berakibat fatal karena ternyata guru tidak menguasai kelas, guru sibuk berceramah siswa hanya bengong mendengarkan, sehingga aktivitas siswa sangat kecil sekali. Itupun hanya dalam bentuk keseriusan untuk menyimak, sebagian besar lainnya terkantuk-kantuk bukan berbincang-bincang dengan temannya.
Proses belajar mengajar upaya untuk peningkatan prestasi belajar menjadi tugas yang sangat penting. Bagi guru berbagai metode dan pendekatan pembelajaran telah banyak dikembangkan dalam upaya peningkatan aktivitas dan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran. Semua ini bermuara pada peningkatan prestasi belajar siswa. Namun hasil belajar mata pelajaran Agama Hindu pada jenjang pendidikan dasar 9 tahun khususnya kelas VII belumlah menggembirakan. Hasil pengamatan awal tentang prestasi belajar siswa khususnya pada bidang pendidikan agama Hindu masih kurang menggembirakan dan ketidak efektifan siswa dalam mengikuti pelajaran di kelas. Hal ini sesuai dengan pendapat Nurkancana (2000) yang menyatakan :
Kesiapan belajar dapat diartikan sebagai sejumlah tingkat perkembangan yang baru dicapai oleh seseorang untuk dapat menerima suatu pelajaran baru. Kesiapan belajar erat hubungannya dengan kematangan kesiapan untuk menerima pelajaran baru akan tercapai apabila seseorang telah mencapai tingkat intelektual tertentu (Nurkancana dan Sunartana, 2000 : 216).
Menurut  pendapat di atas siswa akan menerima pelajaran dari gurunya di sekolah hendaknya memiliki kesiapan belajar yang matang sehingga bahan pelajaran mudah dipahami. Untuk meningkatkan kesiapan belajar siswa perlu kiranya diupayakan suatu cara bagaimana membuat mereka lebih siap menghadapi pelajaran di kelas.
Dantes,(1997 : 13) menyatakan bahwa ada tiga komponen dasar yang saling berpengaruh dalam proses pendidikan sebagai suatu sistem. Tiga komponen dasar itu meliputi : guru environmental input, peserta didik sebagai raw input dan sarana prasarana pendukung sebagai instrumental input. Dengan demikian output dan outcome proses pendidikan sangat ditentukan oleh environmental input, raw input dan instrumental input.
Sarna (1997 : 9) menyatakan bahwa guru adalah figure sentral yang mengelola proses belajar mengajar dalam berbagai bidang dan ruang lingkup pendidikan. Karena itu guru dituntut memiliki potensi profesionalitas yang memadai dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya kemampuan guru dalam memilih dan menentukan dan menerapkan metode dan langkah-langkah pembelajaran merupakan suatu elemen penting yang tidak dapat diabaikan dalam profesional guru.
Kosasih Djahiri (1982 :47) menyatakan bahwa metode-metode belajar mengajar yang dipandang relevan dengan tuntutan belajar itu adalah metode yang memberi peluang lebih banyak kepada peserta didik untuk belajar dan berlatih kritis dan kreatif pembelajaran terasa lebih bermakna apabila guru mampu membuat peserta didik mendapatkan hasil belajar dengan mendengar, mengatakan dan melakukan sesuatu pembelajaran yang mengedepankan pemanfaatan panca indra peserta didik secara komprehensif dipandang sebagai solusi komprehensif dalam menghadapi berbagai kendala proses belajar mengajar, terkait dengan hal itu, pemanfaatan metode diskusi dalam proses belajar mengajar sangat direkomendasikan dan perlu diapresiasi secara proporsional hal ini dilatar belakangi oleh pemikiran metode diskusi adalah metode yang dianggap mampu menggali dan menumbuh kembangkan potensi belajar peserta didik.
Renovasi pembelajaran termasuk didalamnya penerapan metode diskusi telah banyak dilakukan. Pendidikan agama Hindu yang tergolong ke dalam mata pelajaran ahlak mulia sesuai dengan standar kurikulum tingkat satuan pendidikan tidak sedikit melakukan inovasi pembelajaran dengan bersandar pada prinsip memberdayakan peserta didik melalui penerapan metode diskusi secara nyata hasil yang diperoleh melalui pemanfaatan metode diskusi dalam pendidikan agama Hindu tergolong belum memuaskan. Prestasi belajar pendidikan Agama Hindu masih berada di tataran kreteria ketuntasan minimal yang ditetapkan. Kemandirian, kerjasama, kreativitas dan sikap peserta didik dalam mengikuti pembelajaran pendidikan agama Hindu masih tergolong belum kondusif.
Berpijak pada kondisi teoritis tentang keampuhan metode diskusi dalam segala modalnya dan kondisi praktis berupa kenyataan bahwa hasil belajar pendidikan agama Hindu yang belum memuaskan maka dipandang perlu melakukan kajian empiris yang dapat menemukan cara-cara menerapkan metode diskusi secara yang lebih efektif dan efisien. Untuk itulah penelitian tindakan kelas yang berjudul “Optimalisasi Penerapan Metode Diskusi Model Numbered Heads Together untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran pendidikan agama Hindu siswa kelas VII B SMP Negeri 1 Nusa Penida Tahun Pelajaran 2013/2014.

C.    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalan tersebut di atas maka dapat di rumuskan sebagai berikut:
1.      Bagaimana penerapan metode diskusi model NHT dalam pembelajaran Agama Hindu dikelas VII B SMP Negeri 1 Nusa Penida?
2.      Apakah penerapan metode diskusi model NHT dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas VII B SMP Negeri 1 Nusa Penida dalam Pembelajaran Agama Hindu?

D. Tujuan Penelitian
Setiap kegiatan yang dilakukan pasti mempunyai suatu tujuan, sebab tujuan yang jelas dan pasti akan dapat memberikan kemudahan bagi seseorang untuk melangkah, oleh karena itu tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini ada dua yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.
1.   Tujuan Umum
Tujuan umum yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mengkaji secara lebih mendalam masalah penerapan metode diskusi model numbered heads together pada siswa kelas VII SMPN 1 Nusa Penida tahun pelajaran 2013/ 2014.
2.   Tujuan Khusus
1.         Untuk mengetahui penerapan metode diskusi model NHT dalam pembelajaran Agama Hindu dikelas VII B SMP Negeri 1 Nusa Penida.
2.         Untuk mengetahui penerapan metode diskusi model NHT dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas VII B SMP Negeri 1 Nusa Penida dalam Pembelajaran Agama Hindu.

E.  Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah :
1.    Manfaat Teoretis
a.Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan teori pendidikan khususnya tentang metode pembelajaran.
b.Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi pengembangan ilmu pendidikan agama khususnya pengembangan metode pembelajaran agama.
2.  Manfaat Praktis
a.   Bagi siswa
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menggugah keinginan siswa untuk terus meningkatkan kemampuan dirinya dalam bidang agama.
b.      Bagi guru
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi guru-guru agama khususnya sebagai bahan pertimbangan di dalam penentuan metode pembelajaran yang akan digunakan dalam proses pembelajaran agama di kelas.
c.       Bagi sekolah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi yang berharga bagi kepala sekolah selaku pengambil kebijakan dalam lembaga pendidikan dalam upaya meningkatkan proses pembelajaran di sekolah.



F.     LANDASAN TEORI  HIPOTESIS TINDAKANajar perkuliahan pelaksanaan pengajaran (2005:12) mengatakan bahwa Numbered Heads Together adalah salah
            a. Metode Diskusi
Tjorda Raka Djoni,(1985 : 25) menyatakan bahwa proses belajar mengajar sebagian besar berpusat pada guru, guru wajib menguasai berbagai jenis metode dan menerapkannya secara baik dan benar. Metode adalah langkah-langkah atau prosedur atau tata cara atau strategi yang digunakan oleh guru dalam mengajar sehingga siswa mau belajar dan mampu mencapai tujuan belajarnya.
Soekarto Indrapahyudi, (1981:57) menyatakan bahwa guru sebagai manajer proses belajar mengajar hendaknya mampu menjadi teladan, mampu membangun kehendak dan mampu mendorong siswa dalam kegiatan belajar mengajar sehingga tujuan yang di inginkan dapat tercapai dengan baik dengan demikian setiap guru baik pada saat ada di dalam atau di luar kelas senantiasa dituntut untuk mampu memimpin proses belajar mengajar dengan tipe kepemimpinan :
1.      Ing arso sung tulodo, di depan menjadi teladan.
2.      Ing madya mangun karso, di tengah-tengah membangkitkan semangat
3.      Tut wuri handayani, memberikan dorongan dari belakang
Rintjin,(2006 : 27) menyatakan bahwa diskusi adalah salah satu metode mengajar yang cukup mampu membuat siswa belajar secara aktif dan kontekstual penerapan metode diskusi senantiasa berhadapan dengan berbagai kendala sehingga di kawatirkan hanya menguntungkan sebagian kecil siswa yang kebetulan berpotensi belajar melalui diskusi dan merugikan sebagian kecil siswa yang potensi belajarnya sebagian besar hanya menerima materi pembelajaran yang diindoktrinasikan oleh guru. Ke khawatiran tentu tidak terjadi manakala metode diskusi dengan prinsip-prinsip dan prosedur yang lengkap urgensi dari metode diskusi adalah memberi peluang kepada peserta didik untuk belajar dan melatih diri dengan menggunakan indra pendengaran, penglihatan bahkan penglihatan dan pendengaran secara simultan dengan diskusi siswa belajar melalui proses berpikir, mengkomunikasikan ide dan melakukan sesuatu. Bukankah belajar menjadi lebih bermakna apabila pembelajar mampu menginternisasikan konsep atau ide dan kemudian mengkomunikasikannya ke dalam bentuk verbal maupun tingkah laku. Menurut Syaiful Bahri (2006:72) metode diskusi adalah cara penyajian pelajaran, dimana siswa diharapkan pada suatu masalah yang bias berupa peryataan atau petanyaaan yang bersifat problematic untuk dibahas dan dipecahkan bersama. Dan menurut DEPDIBUD, (1995:47) metode diskusi adalah
suatu penyajian bahan pelajaran, cara siswa membahas dengan bertukar pendapat mengenai topik atau masalah tertentu untuk memperoleh suatu pengertian bersama yang jelas dan teliti tentang topik atau merampungkan meputusan bersama.
Menurut Girlstrap (dalam Moedjono, 1993:51) mengemukakan metode diskusi merupakan suatu kegiatan dimana sejumlah orang membicarakan secara bersama-sama melalui tukar pendapat tentang suatu topik/masalah, atau untuk mencari jawaban dari suatu masalah berdasarkan semua fakta yang memungkinkan untuk itu.
Menurut Syaiful Bahri (2006:72) ada beberapa kebaikan dan kelemahan metode diskusi, antara lain:
1. Kelebihan Metode Diskusi
1) Merangsang kreatifitas anak didik dalam bentuk ide, gagasan, prakarsa, dan  trobosan baru dalam pemecahan suatu masalah,
2) Mengembangkan sikap menghargai pendapat orang lain,
3)  Memperluas wawasan,
4) Membina untuk terbiasa musyawarah dalam memecahkan suatu masalah
2. Kelemahan Metode Diskusi
1) Pembicaraan terkadang menyimpang,  sehingga memerlukan waktu yang cukup  panjang,
2) Tidak dapat dipakai pada kelompok yang besar,
3) Peserta mendapat informasi yang terbatas,
4) Mungkin dikuasai oleh orang-orang yang suka berbicara atau ingin menonjolkan diri
            b. Model NHT
Secara umum metode diskusi dapat diformulasikan kedalam beberapa model di antaranya : Stand, Jigsaw, Numbered Heads Together dan lain-lain. Widana (2005:12) menyatakan bahwa Numbered Heads Together adalah salah satu model pembelajaran kooperatif yang dapat diterapkan dalam berbagai jenis dan jenjang pendidikan.
Model ini dikembangkan oleh Spencer Kagan (1993) teknik ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Selain itu teknik ini juga mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerjasama mereka. Teknik ini juga digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik. Langkah-langkah dalam proses pembelajaran melalui model Numbered Heads Together adalah sebagai berikut :
1.      Siswa dibagi dalam beberapa kelompok. Setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor urut.
2.      Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakan.
3.      Kelompok memutuskan jawaban yang dianggap paling benar dan memastikan setiap anggota kelompok mengetahui jawaban ini.
4.      Guru memanggil salah satu nomor siswa dengan nomor yang dipanggil melaporkan hasil kerjasama mereka.
5.      Tehnik kepala bernomor ini juga dapat dilanjutkan untuk mengubah komposisi kelompok yang biasanya bergabung dengan siswa-siswa lain yang bernomor sama dari kelompok lain.









Bagan Model Pembelajaran Kooperatif Numbered Heads Together adalah sebagai berikut :
Pengertian prestasi diri
dan potensi diri
1,2,3,4,5
Hubungan prestasi diri
dan potensi diri
1,2,3,4,5
Pentingnya prestasi diri untuk keunggulan bangsa
1,2,3,4,5
Macam-macam potensi diri
1,2,3,4,5
Cara menggali potensi diri agar menjadi prestasi
1,2,3,4,5
Kelompok No
1,1,1,1,1
Kelompok No
2,2,2,2,2
Kelompok No
3,3,3,3,3
Kelompok No
4,4,4,4,4
Kelompok No
5,5,5,5,5
PRESTASI
HASIL
KERJA
KELOMPOK















Beberapa indikator yang mesti diperhatikan dalam mengelola pembelajaran yang menggunakan metode diskusi termasuk juga model Numbered Heads Together.
1.      Jumlah siswa yang berada dalam kelas atau rombongan belajar.
2.      Strategi atau langkah-langkah pembelajaran terlebih bagi pembelajaran yang bermediakan lembar kerja siswa.
3.      Ketersediaan berbagai sumber belajar yang diperlukan seperti, buku-buku referensi, buletin, koran majalah dan rekaman audio visual dan sebagainya.
4.      Prasarana belajar seperti meja dan kursi yang memungkinkan untuk diatur sesuai dengan keperluan pembelajaran diskusi.
5.      Karakteristik mata pelajaran terutama bahan ajar atau materi yang akan disampaikan sebagaimana tercantum dalam standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator dan sebagainya.
            Heterogenitas dalam kelas atau rombongan belajar dan sebagainya

      Pembelajaran Pendidikan Agama Hindu
      1. Pengertian Pendidikan Agama Hindu
Pendidikan Agama adalah salah satu mata pelajaran yang wajib diterapkan di seluruh jenjang dan jenis lembaga pendidikan formal, baik negeri maupun swasta, dari Taman Kanak-kanak hingga Perguruan Tinggi. Sama seperti halnya dengan mata-mata pelajaran yang lain. Pendidikan Agama senantiasa diarahkan untuk mewujudkan Tujuan Pendidikan Nasional, dan pada akhirnya untuk mewujudkan tujuan nasional negara RI sebagaimana tercantum pada alinea IV Pembukaan UUD 1945 yaitu :
1)      Mencerdaskan kehidupan bangsa,
2)      Memajukan kesejahteraan umum,
3)      Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,
4)      Ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Terkait dengan tujuan nasional di atas, pada Bab II Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 dijelaskan bahwa :
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab (Lasmawan, 2006).

Kompetensi lulusan suatu jenjang pendidikan sesuai dengan tujuan pendidikan nasional mencakup komponen pengetahuan, keterampilan, kecakapan, kemandirian, kreativitas, kesehatan, akhlak, ketakwaan dan kewarganegaraan. Semua komponen pada tujuan pendidikan nasional harus tercermin pada kurikulum, sistem pembelajaran dan sistem penilaian.
Menurut peraturan pemerintah No. 19/ 2005 yang kemudian yang dituangkan lebih lanjut pada kurikulum tingkat satuan pendidikan, pendidikan Agama Hindu termasuk ke dalam mata pelajaran akhlak mulia dan kewarganegaraan. Kelompok mata pelajaran ini dan kepribadian ini dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran dan wawasan peserta didik akan status, hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta kehidupan beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Terkait dengan eksistensi pendidikan Agama Hindu dalam kerangka kurikulum tingkat satuan pendidikan sebagaimana terurai di atas, parisada Hindu Dharma Indonesia pusat (1993:6) menjelaskan bahwa “pendidikan agama Hindu pada dasarnya adalah merupakan penunjang dalam mencapai cita-cita pembangunan dan tujuan nasional melalui pembangunan fisik dan mental spiritual”.
Sejalan dengan hal tersebut, Departemen Pendidikan Nasional dalam rumusan standar kompetensi mata pelajaran pendidikan Agama Hindu untuk kurikulum 2004 memberikan pengertian mengenai Pendidikan Agama Hindu sebagai upaya sadar dan terencana guna menyiapkan peserta didik mengenal, memahami, menghayati, hingga mengimani, bertakwa dan berakhlak mulia dalam mengamalkan ajaran agama Hindu dari sumber utamanya yaitu kitab suci Sruti, Smerti, Sila, Acara dan Atmanastuti. Pendidikan agama itu sendiri memiliki ruang lingkup untuk mewujudkan keserasian, keselarasan, dan kesinambungan hubungan dengan Tuhan, diri sendiri, sesama manusia dan makhluk lain, maupun dengan lingkungan (Tri Hita Karana).
Pendidikan Agama Hindu pada dasarnya adalah salah satu pendidikan penunjang dalam usaha mencapai cita-cita mental spiritual dan tujuan pembangunan nasional. Pendidikan agama Hindu melalui kebijakan Parisada Hindu Dharma Indonesia telah menyusun berbagai program Pendidikan Agama Hindu dalam rangka pembinaan umat Hindu.
Pendidikan agama Hindu adalah suatu upaya dalam rangka turut serta menyukseskan pembangunan nasional dalam bidang keagamaan yang dilaksanakan secara luas, terencana dan terus menerus guna mengajak umat Hindu untuk mempelajari, memahami, menghayati, mengamalkan ajaran agamanya sehingga dapat menumbuhkan sikap dan kepribadian umat Hindu yang baik, berbudi pekerti yang luhur serta selalu bhakti kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Istilah pembelajaran pada konteks kekinian ditekankan pada bagaimana guru mengajar dan bagaimana peserta didik mengajar Tirta (1990:42) menyatakan bahwa pembelajaran adalah totalitas keseluruhan kegiatan belajar mengajar dalam suatu proses transformasi nilai ide dan konsep dengan titik berat pada bagaimana guna mengajarkan sesuatu dan bagaimana siswa belajar sesuatu.
Berpijak dari berbagai pengertian di atas jadi apa yang dimaksud pembelajaran pendidikan agama Hindu sehubungan dengan penelitian tindakan kelas ini adalah keseluruhan proses kegiatan belajar mengajar pendidikan agama Hindu di ranah pendidikan formal dalam berbagai jenis dan jenjang pendidikan yang menurut kurikulum satuan pendidikan yang berlaku secara nasional di seluruh wilayah Indonesia tergolong ke dalam kelompok mata pelajaran ahklak mulia dan kewarganegaraan.

2.   Karakteristik Pembelajaran Pendidikan Agama Hindu
Sri Pandita Buda Praksita (1986:23) menyatakan bahwa Agama adalah petunjuk hidup yang berisi sejumlah ide nilai dan norma yang seharusnya menjadi pedoman dalam berpikir berbicara dan bertingkah laku guna terwujudnya keharmonisan umatnya dalam segala dimensi yakni keharmonisan hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia serta manusia dengan lingkungan alam. Dalam konsep Hindu suasana santi yang diwarnai oleh terciptanya harmonisasi dalam berbagai dimensi atas pembiasaan ber tri kaya parisudha tidak dapat dilepaskan dengan berbagai niasa atau simbul-simbul sebagai media yang berguna sebagai alat bantu untuk mempermudah menghayati dan mengaalkan nilai dan norma-norma agama atau perintah dan larangan Tuhan. Beragama berarti berbakti kepada Tuhan. Yadnya adalah wujud bhakti kepada Tuhan beryadnya pada hakekatnya berpikir dan berbicara dan bertingkah laku atau tri kaya parisudha dengan ber tri kaya parisudha maka keharmonisan dalam berbagai dimensi terwujud secara nyata dan dalam kondisi harmonis seperti inilah kehidupan terasa berada dalam suasana damai atau santi. Dengan demikian upacara dan upakara adalah alat bantu dalam mewujudkan tujuan agama yang hakiki yakni santi, santi dan santi.
Sejalan dengan isi kutipan di atas. Gunawan (2003:23) menyatakan bahwa yang hakiki dan beragama adalah beryadnya, yajna yang utama adalah tri kaya parisudha dan dengan tri kaya parisudha terwujud keharmonisan dan dalam keharmonisanlah terdapat kedamaian.
 Kurikulum tingkat satuan pendidikan, kurikulum pendidikan agama Hindu yang tergolong kedalam kelompok mata pelajaran ahlak mulia memiliki karakteristik yang sedikit berbeda dengan mata-mata pelajaran yang lain. Pendidikan agama Hindu tidak saja berorientasi mewujudkan kecerdasan intelektual tetapi justru yang lebih itu adalah menanamkan kecerdasan emosional dan kecerdasan sosial pada peserta didik sebagai manusia yang secara kodrat merupakan ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang terdiri dari jasmani dan rohani dengan kedudukan sebagai makhluk individu dan sosial.
Wiana (1993:37) menyatakan bahwa isi pokok pembelajaran agama Hindu adalah Panca Sradha yang di kemas menurut konsep tiga kerangka dasar yakni : etika, susila, ritual.
 Berbagai peraturan akademik terkait dengan pelaksanaan kurikulum tingkat satuan pendidikan terutama yang menyangkut standar isi, standar proses maupun standar penilaian di katakan bahwa pendidikan agama termasuk di dalamnya pendidikan agama Hindu sebagai kelompok mata pelajaran ahlak mulia dan kewargangaraan senantiasa menyasar tiga ranah dalam pembelajaran yakni : ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotor Titib (2006:45) menyatakan bahwa pendidikan budi pekerti memiliki kesamaan orientasi dengan pendidikan agama yakni mewujudkan sumber daya manusia yang cerdas dan terampil atas dasar ahlak mulia yang kuat. Dengan demikian pendidikan agama dan pendidikan budi pekerti sangat penting menumbuhkan kemampuan siswa secara intelektual tetapi jauh lebih penting adalah mewujudkan kemampuan peserta didik dalam hal bersikap dan bertingkah laku mulia sesuai dengan norma-norma yang ada ranah kognitif memang penting, tetapi ranah afektif dan ranah psikomotor lebih penting.
Pendidikan agama Hindu yang pada standar isinya lebih menekankan afektif dan psikomotor dari pada kognitif domain berimplikasi pada pengelolaan standar proses dan standar penilaian pembelajaran.
Berpijak pada satandar isi yang ditetapkan maka pada proses pembelajaran pendidikan agama Hindu senantiasa lebih ditekankan pada proses penginternasasisan sejumlah komponen afektif dan psikomotor di samping komponen kognitif. Guru tidak saja mengajarkan sejumlah konsep kognitif tetapi juga mendidik peserta didik untuk mampu memiliki dan menerapkan sejumlah konsep afektif dan psikomotor.
Penilaian hasil belajar pendidikan agama Hindu tidak saja ditekankan pada kemampuan siswa menguasai sejumlah konsep kognitif tetapi lebih difokuskan pada kemauan dan kemampuan peserta didik mengaplikasikan konsep afektif dan psikomotor secara nyata dalam kehidupan sehari-hari dengan demikian penilaian tidak semata diarahkan pada kecerdasan, tetapi juga pada sikap dan kepribadian peserta didik.

3.   Pelaksanaan Pembelajaran Pendidikan Agama Hindu
Secara defacto dan the yure pelaksanaan proses pendidikan sebagai suatu sistem bersandar pada tiga komponen pokok yaitu encironmental input, raw input dan instrumental input. Dalam proses pendidikan, output dan out come tercapai secara maksimal apabila komponen environmental input, raw input dan instrumental input bersenergi secara maksimal pula. Dantes (1997 : 13) menggambarkan proses pendidikan sebagai berikut :







RIP

IIP

PPS

EIP

OP

OC
 










Keterangan :
EIP   =    Environmental Input
RIP   =    Raw Input
IIP    =    Instrumental Input
PPS  =    Proses Pendidikan Sebagai Suatu Sistem
OP    =    Out Put
OC   =    Out Come

Berpijak pada pendapat di atas jelaslah bahwa keberhasilan pelaksanaan pembelajaran pendidikan agama Hindu sangat ditentukan oleh guru sebagai komponen invoromental input siswa sebagai raw input, dan sarana prasarana fasilitas sebagai komponen instrumental in put dengan demikian pelaksanaan pembelajaran agama Hindu segala kendala dan solusi alternatif untuk mengatasi kendala-kendala tersebut senantiasa bersumber dan diarahkan pada komponen guru siswa dan komponen sarana pembelajaran.
Pelaksanaan pendidikan pembelajaran agama Hindu menjadi lebih bermakna dan lebih efektif efisien apabila seluruh komponen yang berpengaruh di dalamnya berada pada kompetensi yang cukup memadai. Karena itu agar pelaksanaan pendidikan agama Hindu berjalan secara ideal di perlukan upaya maksimal berupa pemberdayaan secara ideal seluruh sumber daya sekolah baik itu guru, murid maupun sarana prasarananya.
Kemauan dan kemampuan seluruh sumber daya pembelajaran seharusnya berada pada potensi yang proporsional dan bersinergi secara positif untuk peningkatan kualitas pembelajaran komponen-komponen yang berpengaruh terhadap pembelajaran tidak hanya dituntut untuk mau tetapi juga dituntut untuk mampu melaksanakan tugas pokok dan fungsinya secara profesional.
Gading (2003:13) menggambarkan bahwa kondisi sumber daya proses belajar mengajar sebagai berikut :

I
II
III
Y
 


X
IV

Keterangan :
Y   =    Tingkat Kemampuan
X   =    Tingkat Kemauan
I     =    Kuadran dimana kondisi kemampuan dan kemauannya tergolong baik
II   =    Kuadran dimana kemampuannya tergolong baik tetapi kemauannya tergolong tidak baik
III  =    Kuadran dimana kondisi kemampuan dan kemauannya tergolong tidak baik
IV  =    Kuadran dimana kemampuannya tergolong tidak baik tetapi kemauannya tergolong baik
Secara umum pada proses pembelajaran situasi dan kondisi kuadran I terkualifikasi ideal atau sangat baik, kuadran II dan IV terkualifikasi sedang dan baik sedangkan kuadran III terkualifikasi tidak baik, hal ini tentu berlaku juga pada proses pelaksanaan proses pembelajaran pendidikan agama Hindu dalam berbagai jenis dan jenjang pendidikan.

4.   Optimalisasi penerapan metode diskusi model Numbered Heads Together dalam pembelajaran pendidikan agama Hindu
Kemampuan memilih dan menerapkan metode yang tepat sangat menentukan keberhasilan guru dalam melaksanakan tugasnya secara profesional dapat dipahami bahwa mengajar adalah seni, keterampilan dan berkaitan erat dengan bakat dan kemampuan dasar. Namun patut disepakati bahwa segala sesuatu yang berhubungan dengan kemampuan mengajar dapat dipelajari dan dilatih. Para pakar pendidikan mengklasifikasikan beberapa jenis metode diantaranya Ceramah, Tanya jawab, pemberian tugas, diskusi dan sebagainya metode-metode dimaksud sejak lama telah diterapkan dalam proses pembelajaran pada berbagai jenis dan tingkat pendidikan pengalaman menunjukkan bahwa sampai saat ini belum dapat ditentukan apa lagi ditetapkan satu dari sekian banyak metode yang tergolong paling efektif atau paling tepat dalam pembelajaran. Hal ini dapat dimaklumi karena metode hanyalah salah satu dari sejumlah faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan pembelajaran. Metode yang sangat berhasil diterapkan oleh seorang guru belum tentu berhasil ketika diterapkan oleh guru yang lain. Metode yang efektif untuk pembelajaran suatu mata pelajaran belum tentu efektif untuk mata pelajaran yang lain. Metode diskusi adalah salah satu metode yang dewasa ini dianggap mampu membebaskan pembelajaran yang bersikap monolog satu arah yakni dari guru ke murid ke pembelajaran dialog multi arah. Metode diskusi memberi peluang kepada peserta didik untuk belajar secara aktif berbasis secara kreatif mandiri, bertanggung jawab, bekerja sama dan terbuka dengan mengedepankan interaksi yang multi arah salah satu metode diskusi yang kerap dan layak diterapkan dalam pembelajaran pada berbagai jenis dan tingkat pendidikan adalah Numbered Hends Together walau belum dapat dipatikan atau belum menjamin bahwa semua siswa memperoleh prestasi belajar yang ideal namun penerapan metode diskusi model Numbered Heads Together setidak-tidaknya mampu membawa siswa ke arah yang lebih dekat pada pencapaian tujuan yang diinginkan. Belajar adalah proses merubah sesuatu dari satu kondisi ke kondisi yang diharapkan. Proses adalah rendang siklus yang mesti dilihat secara utuh menyeluruh dari awal sampai akhir. Penerapan metode diskusi model Numbered Heads Together ini dalam pembelajaran mampu membebaskan siswa dari eksistensinya sebagai penerima belaka. Bahkan metode ini mampu menggiring siswa untuk mencari dan menemukan apa yang mesti dipelajari dan apa yang ingin didapatkan. Karena itu perlu adanya kiat-kiat nyata untuk meningkatkan atau mengoptimalkan penerapan metode Numbered Heads Together dalam proses belajar mengajar agar lebih dan semakin berhasil, salah satu cara yang dapat ditempuh adalah melihat secara cermat dan seksama kendala-kendala yang dihadapi untuk kemudian mencari dan menentukan solusinya secara tepat sehingga penerapannya lebih bermakna.
 Pembelajaran pendidikan Agama Hindu yang lebih menekankan pada karakteristik penanaman nilai dan sikap ideal selain dari aspek kognitif penerapan metode Numbered Heads Together merupakan sebuah jawaban atas segala tantangan yang dihadapi di samping mendapatkan sejumlah pengetahuan para peserta didik juga dilatih untuk biasa bertanggung jawab, bekerja sama, mandiri, terbuka, jujur, menghargai kelebihan dan kekurangan diri sendiri maupun orang lain dan sebagainya. Patut diyakini pula bahwa pembelajaran seperti ini mampu memiliki kecerdasan intelektual yang memadai, ahlak yang mulia dan kepribadian yang handal, hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yang mengatakan bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang cerdas dan mampu menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, terampil, berahlak, berbudi pekerti yang luhur dan sebagainya.
Penjelasan di atas dapat di uraikan bahwa penerapan metode diskusi model Numbered Heads Together dalam pembelajaran pendidikan Agama Hindu mampu mengantarkan warga belajar baik guru maupun murid ke arah tercapainya tujuan pembelajaran yang diinginkan secara maksimal.

Belajar dan Pembelajaran
3.    Pengertian Belajar
Pendapat yang di kemukakan oleh para ahli tentang pengertian belajar, diantaranya sebagai berikut:
Slameto, (2003:2) mengemukakan suatu proses dari usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh sesuatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagi hasil pengalaman sendiri dalam interaksi dengan lingkungan.
Menurut Ausubel, (dalam Ratna,1999: 110). Memberikan penjelasan bahwa belajar dapat diklasifikasikan menjadi dua diminsi. Dimensi pertama berhubungan dengan cara informasi atau materi disajikan kepada siswa melalui penerimaan atau penemuan. Demensi kedua menyangkut cara bagaimana siswa dapat mengaikan informasi itu pada struktur kognitif yang telah ada.
Menurut beberapa pendapat para ahli pendidikan tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh satu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.


a.   Ciri-ciri belajar
Sebagai suatu proses pengaturan, kegiatan belajar mengajar tidak terlepas dari ciri-ciri tertentu menurut Edi Suardi (dalam Asri Budiningsih, 2005 : 39), yaitu:
1)   Belajar mengajar memiliki suatu tujuan
2)   Ada suatu proses (jalanya interaksi) yang direncanakan
3)   Kegiatan belajar ditandaidengan suatu penggarapan materi khusus
4)   Ditandai denga aktivitas anak didik
5)   Guru berperan sebagai pembimbing dan pemberi motifasi
6)   Ada batas waktu
7)   Ada evaluasi

b.    Tujuan belajar
Secara umum tujuan belajar dapat dibedakan menjadi tiga jenis menurut Sardiman (2005: 4) yaitu:
1) Untuk mendapatkan pengetahuan
Tujuan belajar dalam hal ini ditandai dengan kemampuan berfikir, dasar pengetahuan sebagai rangkaian yang tidak dapat dipisahkan atau dengan kata lain tidak dapat mengembangkan kemampuan berpikir tanpa bahan pengetahuan, sebaliknya kemampuan berpikir akan memperkaya pengetahuan.
2) Penanaman konsep dan keterampilan
Penanaman konsep atau merumuskan konsep, juga memerlukan suatu ketrampilan. Jadi soal ketrampilan yang bersifat jasmani maupun rohani. Ketrampilan jasmani adalah ketrampilan-ketrampilan yang dapat dilihat, diamati,sehingga akan menitik beratkan  pada keterampilan gerak/penampilan dari anggota tubuh seseorang yang sedang belajar.termasuk didalamnya masalah “teknik” dan “pengulangan”. Sedangkan keterampilan rohani lebih rumit, karena tidak selalu berurusan dengan masalah-masalah keterampilan yang dapat dilihat sebagaimana ujung pangkalnya, tetapi lebih abstrak, menyangkut persoalan-persoalan penghayatan, dan keterampilan berpikir serta kreativitas untuk menyelesaikan dan merumuskan suatu masalah atau kinsep. Jadi tidak semata-mata bukan soal “pengulangan”, tetapi mencari jawaban yang cepat dan tepat.
3) Pembentukan sikap
Pembentukan sikap dan prilaku anak didik, tidak akan terlepas dari soal penanaman nilai-nilai, transfer of values. Oleh karene itu, guru tidak sekedar “pengajar”, tetapi betul-betul sebagai pendidik yang akan memindahkan nilai-nilai itu kepada anak didiknya. Dengan dilandasi nilai-nilai itu, anak didik/siswa akan tumbuh kesadaran dan kemauannya, untuk mempraktikkan segala sesuatu yang telah dipelajarinya
Jadi pada intinya, tujuan belajar itu adalah ingin mendapatkan pengetahuan, keterampilan, dan menanaman silkap mental/nilai-nilai. Pencapaian tujuan belajar berarti akan menghasilkan hasil belajar.

c.  Makna Belajar
Menurut Sardiman, (2004: 6) mengemukakan bahwa pada dasarnya makna belajar senantiasa merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan, dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati, menulis, mendengarkan, meniru, dan lain sebagainya dan juga belajar itu akan lebih baik, kalau si subjek pelajar itu mengalami atau melakukannya. Jadi tidak bersifat verbalistik.

d.    Hasil Bejajar
Hasil belajar menurut Sujana (1997:49)adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Selanjutnya belajar membagi tiga macam hasil belajar yakni:(1)keterampilan dan kebiasaan, (2)pengetahuan dan keterampilan,(3)sikap dan cita-cita. Sedangkan Gangne (1998:55) mengemukakan adanya lima kemampuan yang dapat diperoleh seseorang sebagai hasil belajar yaitu keterampilan intelektual, strategi kognitif, informasi verbal, keterampilan motorik dan sikap. Bloom (2008:6) membagi hasil belajar ke dalam tiga ranah yaitu: kognitif, afektif dan psikomotorik. Ranah kognitif berkaitan dengan tujuan-tujuan pembelajaran yang berkaitan dengan kemampuan berfikir, mengetahui dan memecahkan masalah. Ranah kognitif menurut Bloom (2008:10) terdiri dari enam prinsip prilaku yaitu:
1) pengetahuan meliputi mengingat, mengulang dan mengumpulkan kembali,
2) pemahaman meliputi kemampuan mengidentifikasi dan menjelaskan,
3) aplikasi meliputi menggunakan, menerapkan, dan mengembangkan,
4) analisis mencakup kemampuan investigasi memilah, meneliti, memberikan penjelasan, dan membedakan,
5) sintesis mencakup kemampuan menyusun, menginformasikan, mendeduksi, mengembangkan dan mengkreasikan dan
6) evaluasi meliputi kemampuan menilai/mengevaluasi, membentuk pendapat berdasarkan kriteria tertentu (Dimiyati dan Mudjino, 1994).
Ranah efektif berkaitan dengan tujuan-tujuan yang berhubungan dengan perasaan, emosi, nilai, dan sikap yang menunjukkan penerimaan atau penolakan terhadap sesuatu. Ranah psikomotor berkaitan dengan keterampilan motorik, manipulasi bahan atau objek.

e.  Ciri-Ciri Hasil Belajar
Menurut Abu Ahmadi (1991) (dalam Yuliana, 2004:8) disebutkan ciri-ciri hasil belajar adalah sebagai berikut, ciri-ciri hasil belajar adalah berupa kemampuan-kemampuan yang tergolong pada ranah kognitif seperti pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, dan evaluaisi. Ranah efektif seperti perhatian menerima respon/tanggapan dan penghargaan, ranah psikomotor seperti keberanian berpartisipasi dalam kegiatan, kreativitas dan kebebasan melakukan hal-hal tanpa tekanan orang lain.

f. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar
M. Ngalim Purwanto(1987:111) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar adalah:(1)faktor dari luar, yang terdiri dari fakror lingkungan (faktor dalam dan faktor sosial). Faktor instrumental (kurikulum, program, sarana dan prasarana, serta guru).(2)faktor dari luar, yang terdiri darifaktor fisikologis (kondisi fisik, bakat, kecerdasan, motivasi,dan kemampuan kognitif). Kemudian Suryabarata (1997: 7) menyebutkan bahwa terdapat dua faktor yang mempengaruhi hasil belajar yaitu :(1)faktor dari dalam diri siswa meliputi minat, intelejensi, keadaan indra,(2)faktor dari luar dari diri siswa meliputi fasilitas belajar, waktu belajar, media belajar, cara guru mengajar dan motivasi.
 Kedua pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar adalah faktor dari dalam diri siswa (internal) dan juga fakror dari luar diri siswa (eksternal).

Hipotesis Tindakan
Hipotesis adalah dugaan sementara yang sebenarnya perlu dikaji dan dibuktikan. Pada metode penelitian konvensional secara umum hipotesis dibedakan atas hipotesis nol dan hipotesis alternatif. Arikunto (1997:67) mengatakan bahwa hipotesis diartikan sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian sampai terbukti melalui data yang terkumpul, berpijak pada pendapat di atas maka hipotesis tindakan yang dapat dirumuskan sehubungan dengan penelitian tindakan kelas ini dapat dirumuskan sebagai berikut : Jika metode model Numbered Heads Together dioptimalkan maka pembelajaran pendidikan Agama Hindu lebih berkualitas.

G.    Metode Penelitian
1.   Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (classroom action research) yang secara umum bertujuan memperbaiki proses pembelajaran di kelas tempat berlangsungnya penelitian. Perbaikan pelaksanaan proses pembelajaran diprediksi akan dapat diperbaiki prestasi belajar siswa dalam pembelajaran. Tindakan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penerapan metode diskusi model numbered heads together.
2.   Subjek dan objek penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VII SMPN 1 Nusa Penida. Objek dalam penelitian ini adalah : (1) Aktivitas siswa, dan(2) Prestasi atau hasil belajar siswa.
3.   Rancangan penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dalam dua (2) siklus yang masing-masing siklus terdiri dari 4 (empat) tahapan yaitu perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi dan evaluasi, serta refleksi. Adapun tahapan-tahapan atau alur pelaksanaan tindakan untuk masing-masing siklus adalah sebagaimana tampak pada gambar 3.1 yaitu :









Refleksi
Awal
Observasi
Evaluasi
Observasi
Evaluasi
Perencanaan
Tindakan I
Refleksi
Pelaksanaan
Tindakan I
Perencanaan
Tindakan II
Refleksi I
Pelaksanaan
Tindakan II
Laporan
 













Gambar 3.1 Skema desain penelitian tindakan (dimodifikasi dari Kemmis and Taggart, dalam Wardhani, 2006 : 37)
1.      Siklus I
1.      Tahap Perencanaan
a.       Pertemuan pertama
Pada tahap ini, adapun kegiatan yang dilakukan oleh peneliti dengan guru secara kolaboratif adalah kegiatan sebagai berikut :
1.      Menyusun RPP dengan langkah-langkah pembelajaran berbasis metode diskusi model Numbered Heads Together.
2.      Menyiapkan media pembelajaran
3.      Menentukan strategi pembentukan kelompok
4.      Menentukan nama kelompok
5.      Mempersiapkan lembar observasi
b.      Perencanaan pertemuan kedua
1.      Menyiapkan RPP dengan langkah-langkah pembelajarna berbasis metode diskusi model Numbered Heads Together.
2.      Menyiapkan materi pembelajaran yang disajikan
3.      Mempersiapkan lembar observasi
2.      Pelaksanaan tindakan
Setelah rencana ditetapkan, selanjutnya dilakukan kegiatan pembelajaran dengan menerapkan metode diskusi model Numbered Heads Together.
a.       Pelaksanaan pertemuan pertama
b.      Pelaksanaan pertemuan kedua
c.       Pelaksanaan pertemuan ketiga
3.      Observasi dan Evaluasi
Pelaksanaan observasi dilakukan selama guru melaksanakan pembelajaran pendidikan agama Hindu. Pada bagian ini dilakukan pengumpulan data prestasi belajar siswa dalam pelajaran pendidikan agama Hindu yaitu kerja sama siswa dalam kelompoknya.
4.      Refleksi
Berdasarkan hasil evaluasi dilakukan analisis dan interpretasi terhadap hasil observasi untuk menemukan berbagai permasalahan mendasar yang berdasarkan skala prioritas dicarikan solusinya sesegera mungkin.
2.      Siklus II
1.      Perencanaan Tindakan
a.       Perencanaan pertemuan pertama
Pada tahap ini yang akan dilakukan oleh peneliti bersama guru yaitu :
1.      Menyiapkan RPP
2.      Menyiapkan media pembelajaran
3.      Menentukan strategi pembentukan kelompok
4.      Menentukan nama kelompok
5.      Menyiapkan lembar observasi
b.      Perencanaan pertemuan kedua
1.      Mempersiapkan RPP
2.      Menyiapkan media pembelajaran
3.      Menyiapkan lembar observasi
2.      Pelaksanaan Tindakan
a.       Pelaksanaan pertemuan pertama
b.      Pelaksanaan pertemuan kedua
c.       Pelaksanaan pertemuan ketiga
3.      Observasi dan Evaluasi
Memonitoring secara cermat segala sesuatu yang tercatat dalam buku jurnal atau lembar observasi guna menemukan berbagai hal yang mungkin sebagai hasil yang harus diperkuat dan sebagai permasalahan yang harus dicarikan solusinya.

4.      Refleksi
Berdasarkan hasil evaluasi dalam siklus II dilakukan refleksi untuk melihat kendala-kendala ataupun kelemahan-kelemahan yang masih ditemui untuk dijadikan dasar dalam proses pembelajaran selanjutnya.

4.Instrumen penelitian dan metode pengumpulan data
1.      Instrumen penelitian
Instrumen penelitian merupakan alat bantu bagi peneliti dalam mengumpulkan data (Arikunto, 1990 : 177). Penelitian ini menggunakan beberapa instrumen yang disesuaikan dengan sifat data yang diambil : lembar observasi. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah : (1) Pedoman observasi yang dipergunakan untuk memperoleh data tentang aktivitas siswa dalam pembelajaran pendidikan agama Hindu melalui metode diskusi, (2) Untuk memperoleh data tentang hasil belajar siswa di gunakan tes hasil belajar.
2.      Metode pengumpulan data
Sapari Imam Asyari (2000:31) menyatakan bahwa data adalah fakta-fakta atau keterangan-keterangan (informasi) sering dinyatakan dalam angka-angka yang digunakan sebagai sumber atau bahan menemukan kesimpulan atau membuat keputusan-keputusan.
Sejalan dengan pendapat di atas, Bawa (1999:6) menjelaskan bahwa data (bentuk tunggalnya (clatun) adalah semacam informasi atau keterangan tentang kejadian-kejadian yang khusus (fakta) yang berupa hasil pengukuran secara kualitatif (yang menyatakan mutu/ kualitas). Dalam arti yang lebih luas dapat pula digunakan untuk menyatakan segala bukti/ fakta yang diperoleh dari suatu penelitian.
Kedua pendapat di atas dapat ditarik suatu simpulan bahwa data adalah informasi dari hasil pencatatan penelitian, baik berupa fakta maupun angka yang digunakan sebagai sumber atau bahan untuk menemukan kesimpulan atau membuat keputusan yang diperoleh dari suatu penelitian.
Mendapatkan data yang relevan akurat dan reliabel langkah yang dapat diambil adalah metode pengumpulan data. Menurut Nazir (2000:211) mengemukakan bahwa pengumpulan data adalah suatu prosedur yang sistematis dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan. Pengumpulan data merupakan langkah yang amat penting dalam metode penelitian ilmiah. Karena pada umumnya data yang dikumpulkan itu digunakan untuk menguji hipotesis yang telah dirumuskan.
1.      Metode observasi
Menurut sumber buku Metodologi Research disebutkan bahwa : “Observasi biasa diartikan sebagai pengamanan dan pencatatan dengan sistematik fenomena-fenomena yang diselidiki. Dalam arti yang luas observasi tidak hanya terbatas pada pengalaman yang dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung (Sutrisno, 2000:136). Sedangkan dalam buku metode penelitian bidang sosial disebutkan bahwa :observasi bisa diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian. Observasi langsung dilakukan terhadpa objek di tempat kejadian atau berlangsungnya peristiwa, sehingga observasi berada bersama objek yang diselidikinya. Sedangkan observasi tidak langsung adalah pengamatan yang dilakukan tidak pada saat berlangsungnya suatu peristiwa yang akan diselidiki. Misalnya peristiwa tersebut diamati melalui film rangkaian slide atau rangkaian photo (Nawawi, 2001:100).
Berdasarkan kedua pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa metode observasi adalah suatu usaha pengumpulan data dengan mengadakan pengamatan langsung maupun tidak langsung. Adapun jenis observasi yang dilakukan dalam kegiatan penelitian ini adalah :
a.       Complete Observation dalam hal ini peneliti benar-benar berperan sebagai pengamat dan tidak terlibat dari fenomena yang sedang diamati.
b.      Observation as participan dalam hal ini peneliti berperan sebagai pengamat dan menyatakan diri sebagai partisipan.
c.       Participant of observer dalam hal ini peneliti terlibat langsung pada objek yang diamati dan perannya sebagai pengamat setelah diketahui oleh orang yang sedang diamati.
d.      Complete Participant pengamat dalam hal ini peneliti benar-benar menyatu dan terlibat langsung dengan objek yang sedang diamati.
Penelitian ini menggunakan metode observasi atau pengamatan terlibat (pengamatan berperan serta) untuk mengumpulkan data mengenai aktivitas siswa dalam proses pembelajaran. Aspek-aspek yang diamati adalah lingkungan dan proses belajar mengajar antara guru dan siswa dalam proses pembelajaran pendidikan agama Hindu di kelas yang dilaksanakan dengan menerapkan metode diskusi.
3.   Metode Tes
Masidja (2000 : 38) memberikan pengertian bahwa tes adalah suatu alat pengukur yang berupa serangkaian pertanyaan yang harus dijawab secara sengaja dalam situasi yang standarisasikan, yang dimaksudkan untuk mengukur kemampuan dan hasil belajar individu atau kelompok. Terkait dengan tes hasil belajar adalah tes yang dipergunakan unruk menilai hasil belajar yang tekah diberikan guru kepada murid-muridnya dalam jangka waktu tertentu.
Berdasarkan pandangan tersebut maka metode tes yang terkait dengan hasil belajar merupakan suatu cara perolehan data terhadap hasil belajar siswa berupa soal atau pertanyaan yang harus dikerjakan oleh siswa setelah menyelesaikan pembelajaran dalam materi atau waktu tertentu.
Metode tes dalam kaitannya dengan penelitian ialah cara memperoleh data yang berbentuk suatu tugas yang harus dikerjakan oleh seseorang atau sekelompok orang yang di tes (Testee), dan dari tes dapat dihasilkan suatu skor, dan selanjutnya skor tersebut dibandingkan dengan suatu criteria atau standar tetentu pada umumnya metode tes banyak digunakan unruk mengukur ranah afektif maupun psikomotor (Agung, 1997: 75).
Metode tes dalam penelitian ini digunakan untuk mengumpulkan data tentang hasil belajar siswa.




5. Tes Analisis Data
Data-data yang dikumpulkan oleh peneliti adalah 1) Data Efektifitas belajar siswa, 2) Data hasil belajar siswa dalam pembelajararan Agama Hindu. Analisis masing-masing data dipaparkan sebagai berikut:
              i.      Data Hasil Belajar Siswa
 Hasil  =
Keterangan:
=  Jumlah skor hasil belajar  siswa
N    = Jumlah siswa
 = Skor rata-rata hasil belajar  siswa.
(Arikounto, 2003: 264)
Ketuntasan hasil belajar siswa dapat ditentukan dengan menggunakan daya serap (DSS) dan ketuntasan klasikal (KK). Daya serap siswa dihitung dengan rumus:
DSS =
Sedangkan ketuntasan belajar siswa secara klasikal (KK) dapat dihitung dengan rumus :
KK =  

Rentangan untuk mengukur hasil belajar siswa adalah dengan menggunakan skala lima seperti pada tabel berikut :
Tabel 3.1 Konversi Skor Hasil Belajar
No
Rentangan Nilai
Kategori Nilai
Keterangan
(1)
(2)
(3)
(4)
1
2
3
4
5
80 – 100
66 – 80
56 – 65
41 – 55
0 – 40
A
B
C
D
E
Baik Sekali
Baik
Cukup
Kurang
Kurang sekali
Sumber  : Arikunto, 2005 : 211



DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsini. 1997. Manajemen Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta.

______. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : PT. Rineka Cipta.

Buda Praksita Sri Pandita. 1986. Grahasta Winaya. Singaraja.

Dantes, I Nyoman. 1997. Meningkatkan Profesional Guru dalam Rangka Pembangunan Nasional di Bidang Pendidikan. Singaraja : STKIP.

Depdikbud. 1993. Kurikulum Pendidikan Dasar. Garis Besar Program Pengajaran (GBPP).

______. 1994. Kurikulum Pendidikan Dasar. Garis-garis Pengajaran (GBPP).

Dimyati, Mudjono,1994. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta PPPMK Dirjen Dikti
DEPDIBUD RI.

Djahiri Kosasil. 1982. Metode Belajar Mengajar. Jakarta : Bina Aksara.

Djamarah Syaiful Bahri, 2002. Strategi Belajar Mengajar. PT. Rineka Cipta. Jakarta.

Gading, I Ketut. 2003. Pembelajaran Horistik. Singaraja : IKIP Negeri.

Gunawan, I Wayan Putu. 2003. Dharma Yadnya. Singaraja : Pasraman Widya Bhakti Kriya Yadnya.

Indra Pahyudi Soekarto. 1981. Kepemimpinan Pendidikan. Jakarta : Bina Aksara.

Kemmis & Taggart Wardani. 2006. Penelitian Tindakan.

Lasmawan, I Wayan. 2006. Penyusunan Penelitian Tindakan Kelas. Singaraja : Undiksha Singaraja.

Nawawi. 2001. Metode Penelitian Bidang Sosial. Jakarta : Gajah Mada University Press.

Netra Ida Bagus. 1979. Metode Penelitian. Singaraja : FKIP Universitas Udayana.

Nurkencana & Sunartana, 1992. Evaluasi Hasil Belajar. Surabaya: Usaha Nasional.
Rindjin, Ketut. 2006. Pembelajaran Berbasis Pendekatan Kontekstual. Singaraja : Undiksha.

Sarna, I Ketut. 1997. Pembelajaran Partisipatif. Singaraja : STKIP Negeri.

Sukadi. 2003. Merencanakan Penelitian Tindakan Kelas. Singaraja : IKIP Negeri.
_____. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Singaraja : Undiksha Singaraja.

Sutrisno Hasi. 2000. Buku Statistik Jilid II. Andi Yogyakarta.

Slameto. 2003. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta. PT. Rineka Cipta.

Tirta, I Nyoman. 1990.Interaksi Belajar mengajar  araja : FKIP Universitas Udayana.

Titib, I Made. 2006. Pendidikan Budi Pekerti untuk Anak. Denpasar : Yayasan Dharma Sastra.

Wiana, Ketut. 1993. Pendidikan Agama Hindu untuk SMA. Jakarta : Tiga Serangkai.

______. 2005. Buku Ajar Perkuliahan Pelaksanaan Pengajaran. Jakarta : Tiga Serangkai.